Minggu, 29 Oktober 2017

Cerpenku

Oke guys, akhirnya aku bisa ngeblog lagi nih. Yeah, karena sibuk sekolah juga mempersiapkan cerpen ini. Kali ini aku akan memberikan sebuah cerpen tentang friendship, love, and relationship. Tidak usah berlama-lama, selamat membaca ya guys ^_^ ....




Antara Aku, Kau, dan, Dia
           
                                                           Oleh : Wydia Eka

Cinta memang menjadi persoalan rumit bagi setiap orang, datang tiba-tiba dan mungkin juga pergi dengan hati yang perih dan sakit. Bahkan ada cinta yang berakhir dengan kebahagiaan dan senyum manis, ada juga yang meninggalkan tangis. Cinta memang tak dapat dipaksakan, meski dipaksakan itu hanya akan menyisakan perih. Aku percaya, cinta yang sempurna akan datang tanpa harus direncanakan. Yang terbaik memang tak selalu datang lebih awal. Meski begitu, semua harus dijalani dengan semestinya.
                                                                    ****
            Namaku Hima, lengkapnya Himawati. Sekarang ini aku bersekolah di SMK Tunas Kelapa. Di sekolah itu aku menjalani hari-hariku dengan penuh keceriaan, diwarnai dengan canda tawa teman-teman sekelasku. Sebagai anak kelas XI yang sibuk, aku biasa menyempatkan waktu pergi ke perpustakaan. Entah, disana membaca buku atau menggambar manga. Setidaknya, sehari tak pernah ku lewatkan untuk berkunjung.
           
         Senin pagi aku bangun dengan keadaan masih mengantuk, tapi ku coba untuk membuka mataku lebar-lebar. Ku berjalan dengan mata yang sayu menuju kamar mandi, lalu aku berendam dengan air hangat, karena pagi ini begitu dingin. Dengan kehangatan berendam ini membuatku nyaman dan tak kusadari aku kembali tertidur. Hingga setengah wajahku terendam, aku baru sadar dan melihat jam menunjukkan pukul 06.30 . Aku segera bergegas membersihkan diri dan bersiap untuk berangkat, tanpa sarapan sedikitpun. Aku keluarkan sepeda miniku dan bersiap menaikinya, hingga ibu memanggilku.
“Hima, apakah kamu sudah sarapan?” tanya Ibukku.
“Belum bu, maaf aku terburu-buru.”
“Dasar anak itu, selalu saja terlambat.”
            
           Ku kayuh sepedaku dengan cepat, menerobos penyepeda lain yang juga berangkat sekolah. Namun, bukan dari sekolahku , hanya sekolahku yang menerapkan aturan kepada siswanya agar sampai disekolah 15 menit sebelum jam pelajaran untuk mendapat nilai tambahan. Walaupun, aku hanya sekali mendapatkan itu. Itupun pertama kalinya, aku masuk sekolah di SMK. Kali ini aku berusaha untuk sampai disekolah lebih awal. Dan akhirnya aku sampai, lagi-lagi terlambat. Dari belakangku terdengar seseorang berteriak.
“Hey.....awas” teriak laki-laki itu
“Aaa.....” teriakku sambil terjatuh
“Aduh.....eh, maaf. Aku tidak sengaja.”
“Heh.....tidak apa-apa,”
“Sini, biar aku bantu (sambil mengulurkan tangan)” ajak laki-laki yang terlihat asing itu
“Terima kasih”
“Sekali lagi, maaf ya. sampai jumpa.”
“Ya, sampai jumpa.”
            
             Sambil merapikan buku-buku yang tadi jatuh, aku menuntun sepedaku keparkiran sekolah. Segeraku menuju kekelas dan ternyata jam pelajaran sudah dimulai, akupun sedikit terlambat. Aku duduk setelah mendapat ijin dari guru. Beberapa saat kemudian ada seseorang yang mengetuk pintu dan ternyata laki-laki tadi yang menabrakku. Dia memperkenalkan diri lalu berjalan melewati aku dan duduk dibelakangku.
“Hei....(sambil mengetukkan jarinya ke pundakku), kamu yang tadi kan?” tanya laki-laki itu.
“Iya.....”
“Aku Hiro, salam kenal ya”
“Yeah, aku Hima, salam kenal juga”
           
            Jam pelajaran berlangsung, hingga istirahat pun tiba. Seperti biasa aku ke perpustakaan dengan membawa buku gambar dan kartu pinjaman. Ada suara langkah kakik yang terdengar keras dan semakin keras. Sebuah tangan terjun kebahuku, dan terdengar suara laki-laki.
“Hai Hima, kamu mau kemana?” sapanya
“Emt....aku mau ke perpustakaan.”
“Aku ikut ya?”
“Baiklah, ayo.”
            
          Suasana di perpustakaan sangat tenang membuatku betah berlama-lama disitu sambil mengggambar manga atau komik. Hiro juga tampak senang dengan memmbaca komik yang aku pinjam tadi. Walau baru kenal, aku sudah merasa nyaman dengan Hiro. Mungkin karena kami punya hobi yang sama yaitu membaca komik. Biasanya aku bersama Karin sahabatku, hari ini dia sakit jadi aku sendiri.
            
              Jam pelajaran pun dimulai lagi, sampai waktu pulang tiba. Kali ini aku ditemani Hiro, karena dia juga sepedaku lecet sedikit. Tapi, tak apa. Diperjalanan pulang aku dan Hiro cukup banyak bercerita tentang kisah kami masing-masing. Hingga aku sampai didepan rumah, Hiro meneruskan mengayuh sepedanya sambil sesekali tersenyum sedikit kebelakang. Ku lihat Hiro menghilang dari pandanganku bagaikan kabut.
            
             Keesokan harinya seperti biasa, aku bersiap untuk berangkat ke sekolah. Kulangkahkan kaki keluar rumah dengan membawa sepedaku, dan aku sedikit terkejut, karena Hiro sudah ada didepan rumah dengan senyum manisnya. Aku dan Hiro bersenda gurau diperjalanan menuju sekolah. Akhirnya kami sampai disekolah, dan langsung menuju kekelas. Dan kebetulan Karin sudah masuk, lalu aku memperkenalkan dia pada Hiro.
           
             Sejak hari itu aku, Hiro, dan Karin jadi sahabat yang selalu bersama dan mendukung satu sama lain. Aku merasakan kenyamanan bersama mereka, mereka selalu ada untukku. Bahkan kegiatan apapun kami lalui bersama. Sebelum Hiro hadir diantara persahabatanku dengan Karin semua indah dengan hadirnya Hiro menjadikannya lebih indah, susah dan senang kami nikmati bersama.
            
             Aku merasakan kenyamanan yang berbeda saat aku dekat dengan Hiro. Bahkan akhir-akhir ini aku merasa sangat gugup berada didekat Hiro. Saat Hiro berbicara padaku, aku tak berani menatapnya. Tatapan dan senyumannya begitu melelehkan hatiku ini. Mungkinkah ini cinta, baru ku sadari aku mencintai dirinya.
            
              Hari-hariku selalu menyengankan bagai pelangi yang penuh warna karena Hiro. Rasa sukaku padanya makin lama makin besar, rasa sayangku padanya makin lama makin besar. Aku selalu berfikir, apakah aku harus mengungkapkan perasaanku ini padanya ataukah ku pendam saja rasa ini.
            
              Dan aku memutuskan untuk mengungkapkan perasaan ku ini. Sabtu sore, aku mengajak Hiro untuk berjalan-jalan di taman dekat rumahku. Kami berjalan-jalan sambil bercerita dan akhirnya aku mengajaknya duduk di bangku taman.
“Em.... Hiro, aku mau bicara sesuatu.” Tanyaku pada Hiro.
“ Bicara saja, memangnya aku pernah melarangmu berbicara.”
“ Tidak... aku aneh juga ya.”
“Aku juga mau bercerita tengtang seseorang yang aku sukai.”
“Ya sudah, kamu duluan yang cerita.”
“Begini, sebenarnya aku itu suka dengan seseorang yang bahkan dia adalah sahabatku.”
“Sahabat....”
“iya, aku suka dengan dia.”
“(mungkinkah aku ....)” batin Hima.
“siapa memangnya?”
“aku suka dengan....ka....rin.”
           
            Seketika itu hatiku rasanya sakit. Aku tak bisa berkata-kata lagi, hatiku hancur berkeping-keping. Aku langsung berdiri dan berlari meninggalkan Hiro. Aku tak kuasa membendung air mataku. Hiro memanggilku, tapi aku tetap berlari tanpa menghiraukannya. Ku lihat dia berusaha mengejarku, tapi aku berusaha untuk bersembunyi. Setelah ku rasa aman, aku pun keluar dan sepertinya langit mendukung perasaan hatiku. Titik-titik hujan turun satu per satu, membasahi jiwa dan ragaku. Aku menangis tanpa seorang pun tahu, bahwa hatiku menangis.
            
           Aku berlutut, karena ku tak sanggup menahan sejuta perih ini. Tiba-tiba Hiro datang dan memelukku dengan erat. Tapi, kenapa dia tahu aku masih disini.
“Hiro...”
“Hima, kamu kenapa pergi meninggalkan aku. Aku kan jadi khawatir sama kamu.”
“Kenapa kamu disini?”
“’Aku dari tadi mencarimu dan akhirnya ketemu juga.”
“Aku.... tadi ada urusan lain.”
“Kamu ini membuatku khawatir saja(sambil menarik hidungku).”
            
             Sejak sabtu itu, aku berusaha menghindari Hiro dan Karin. Aku ingin menenangkan diriku dari masalah itu. Tapi, wajahnya masih terbayang dipikiranku. Ku lihat mereka terlihat semakin akrab. Hatiku seakan retak karena ku lihat mereka. Sesekali Hiro menatapku dan berusaha tersenyum, tapi aku hanya diam saja.
            
            Beberapa hari kemudian sepulang sekolah, aku menemukan selembar kertas menempel dikeranjang sepedaku. “Temui aku ditaman dekat sekolah sore ini.” Isi memo itu. Tapi, siapa yang menulis memo ini. Aku penasaran dan akhirnya aku menuju taman, ku lihat ada seorang laki-laki berdiri membelakangi bangku taman. Dia membalikkan badannya dan ternyata itu adalah Hiro.
“’Hiro......” kagetku
“Iya..... maaf membuatmu repot datang kemari. Ada hal yang ingin ku bicarakan.”
“Memangnya apa?” tanya Hiro.
“Aku tahu kenapa kamu menghindarikuku, kamu menyukaiku bukan?”
(bagaimana dia tahu, aku tak pernah cerita pada siapa pun) batin Hima.
“Em.....Hi....Hi....ro, a....ku....”( belum sempat terucap tangan Hiro menutup mulutku dan memelukku).
“Aku tahu, aku juga menyukaimu.”
(Tidak Hiro hanya suka Karin, bukan aku) batin Hima.
“Hiro....(sambil melepas pelukannya) aku tahu kamu masih menyukai Karin, dan kamu mencoba menenangkan aku dengan berkata begitu.”
“Tidak....”(ya, aku masih menyukai Karin. Tapi, aku juga sayang padamu).
“Cinta memang hal yang rumit ya, butuh kepercayaan dan tidak dapat dipaksakan. Jika cinta dipaksakan tidak akan menghasilkan cinta yang sempurna.”
“Jadi, apa keputusanmu?”
“Kita jadi sahabat saja, jika suatu hari nanti bertemu kembali, mungkin kau pelengkap hidupku.”
            
          Pertemuan sore itu membuatku memahami bahwa hal yang ku lakukan itu salah. Tak sepatutnya aku menghindari mereka, karena mereka tak salah apapun. Aku memulai kembali semuanya, melupakan semua yang telah berlalu, dan memulai hidup yang lebih indah lagi.




SELESAI

0 komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya